Senin, 16 Agustus 2010

" DALAM PENANTIAN "

Aku,debur ombak yang menyanyi di pantai
amengiringi desau angin di jendela-jendela rumah nelayan
Aku, titik hujan yang menyirami bumi
mengiringi lembayung di senja sesudah itu
Dari waktu ke waktu menanti saat
yang aku sendiri tidak tahu kapankah itu..?
Namun tugasku tetaplah harus aku tunaikan
selagi masih diberi waktu .


Serang kala lembayung senja merona.
Agustus 16 2010

Sabtu, 30 Januari 2010

" DARI BALIK JENDELA KAMAR "

Ada pesona di luar sana
tentang sebuah kehidupan
ketergesaan kadang memaksa kaki
mengejar langkah..seperti burung elang lapar melihat anak ayam sendirian

Kelambanan kadang menyeret kaki
tersaruk ketinggalan langkah
laksana binatang sehabis memangsa korban
lunglai,... tak sadar rimba buas mengintai

Dari balik jendela kamarku
aku belajar tentang kehidupan
dan meski kuapakan ini hidup





Tutugan Manglayang

Sabtu, 26 September 2009

" TANAH MERAH "

Kupanggil engkau dideras hujan
Disuatu senja di Tanah Merah
Berlomba dengan lenguh sapi pacu
Biarlah ..kupetik dulu daun tembakau
Agar bisa kusuntingkan bunganya di sanggulmu
dan bersanding di atas lincak emas
Ketika rembulan pancarkan rindu
pada angin yang meniup daun

Minggu, 16 Agustus 2009

Masih adakah semangat patriotisme itu...???

Ada gegap gempita di sebagian masyarakat Indonesia, menyambut hari ulang tahun kemerdekaan negaranya, namun ada pula yang biasa2 saja terlihatnya, bahkan ada juga yang acuh tak acuh, mengganggap tak ada bedanya dengan hari-hari biasa.

Sungguh menyedihkan..!, dan adalagi yang sangat, sangat menyesakkan dada, karena ada segelintir orang yang nota bene adalah manusia Indonesia, yang justru menyambut ulang tahun kemerdekaan negaranya dengan membantai saudara-saudara sebangsanya.

Ironis memang...hatta dengan berbagai alasan apapun, perbuatan itu tak termaafkan. semestinya..dan alangkah lebih indahnya ulang tahun kemerdekaan ini kita sambut dan kita rayakan dengan tetap menggenggam semangat patriotisme, yang dulu tertanam kuat dalam hati para pahlawan kemerdekaan kita.

Tak perlu berhura-hura tapi tanpa makna, tak usah pesta pora dalam kesulitan mencari nafkah keluarga, namun tetaplah dengan semangat yang menyala-nyala, dalam ikatan rasa bhineka tunggal ika.

Memaknai hari Ulang tahun kemerdekaan suatu negeri, bukanlah suatu kemestian mengisinya dengan kembali pada masa lalu, yang tentu saja berbeda dengan masa kekinian. Masa kini tak perlu lagi mengangkat senjata melawan penjajah. bukan lagi masanya bergerilya dari suatu tempat ke tempat lain, bersembunyi dari sebuah hutan ke hutan lebat yang lain, tapi masa kini yang diperlukan untuk mengisi kemerdekaan ini adalah semangat membangun negara tercinta ini, bukan justru memporak-porandakannya menjadi puing-puing kehancuran dan kehinaan di tengah cibiran dan cemoohan bangsa lain.

Kita tentunya tidak ingin negara Indonesia ini termashur ke seluruh penjuru bumi ini sebagai negara sarang teroris..! kita tak ingin bangsa lain yang dahulu mengenang bangsa kita sebagai bangsa yang ramah tamah,mau berkorban dalam persaudaraan, tanpa melihat dari mana seseorang itu berasal, justru kini menganggap bangsa kita adalah bangsa yang biadab, yang tak patut dijadikan sahabat, yang tidak layak dijadikan teman..

Wahai...!!!kemanakah semangat persatuan dan kesatuan dulu itu ..??
mengapakah harus terkikis habis dan tergerus waktu perobahan zaman...? semestinya adalah sebuah keniscayaan andai kita semua anak-anak bangsa Indonesia ini, tetaplah berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila, tetap berpegang erat pada budaya yang meski berbeda tapi tetap satu jua,tetap bersikukuh dalam semangat membangun negara dan mental bangsanya dengan berlandaskan pada semangat patriotisme yang dulu menjadi api hati para pahlawan kita.

Tak ada kata terlambat ke arah itu, tak ada kata mustahil tuk mencapainya... semua pasti bisa..asal dengan satu tekad dan niat kita dengan tetap berdoa pada Sang Pemilik Segalanya, agar menjadikan negara Indonesia tercinta ini sebagai sebuah negara yang " gemah ripah loh jinawi " baldatun thayyibatun warabbun ghafuur" Amin.

Sabtu, 08 Agustus 2009

"Terbang Memetik Bulan "

Terpenggal mimpi dari tidur lelapku
tentang keabadian yang ingin ku miliki
ketika jaga membuka mata
senja itu telah datang jua, dan mentaripun harus rela melepas kala

satu lagi kulalui jalan ini
mengisi agenda perjalananku dimuka bumi, meski segala rasa menggenapi
dada, mengoyak jiwa menahan duka
tapi awan telah memanggil hujan, dan langit berubah kelam
bulanpun mengucapkan selamat malam, lalu tenggelam.....

Marilah kawan...!
berjalanlah kedepan...perahu,biduk dan sampan siap bertandang
melayari bentangan samudera kehidupsn
memeluk pulau merengkuh tujuan

kepakkan sayap dan terbangkan impian
berpacu nasib, menerjang badai dan topan
disana bintang menanti siap dipetik
dan...serunipun melahirkan putik-putik
bersama senandung hari-hari yang penuh coretan nasib

Sabtu, 25 Juli 2009

L A N G K A H

HARI DEMI HARI SETIA KUTELUSURI JALANKU
NAMUN SELALU KUTEMUI PERSIMPANGAN
HARUS SEJUTA KALI KU BERPIKIR
JALAN MANA YANG HARUS KUTEMPUH
SETIAP MALAM KUPELUK REMBULAN, MESKI HANYA DALAM HAYALAN
SETIAP HARI KUCIUMI MATAHARI,MESKI CUMA DALAM MIMPI
JEMUKAH SIANG DAN MALAM PADAKU, YANG SETIAP DETAK
JANTUNGNYA KU ISI ILUSI...?
MARAHKAH REMBULAN DAN MATAHARI PADAKU, YANG SETIAP HELAAN
NAPASNYA KUCUMBUI SELALU......?
BISAKAH MATA HATIKU MENITI HARI DENGAN PENUH ARTI...?
SANGGUPKAH KAKIKU MENAPAKI LANGKAH DENGAN PASTI ?
WAHAI....! BAKARLAH SIANG DAN MALAM DENGAN API HAKIKI
TEMUKAN SEGERA JALAN MENUJU KEBENARAN ABADI

Sabtu, 18 Juli 2009

DI PASIR PUTIH KALIANDA


"Hore......!!!!"
!begitu teriakku, ketika ahirnya datang juga waktu yang aku tunggu itu.
seperti anak kecil yang ibunya datang dari pasar membawakan sebatang coklat kegemarannya.
Aku bersorak, bernyanyi, bahkan ...hihi.., aku menari ! gila!.
ya ...bagaimana tidak? ketika ahirnya satu demi satu anak2ku ,cucuku dan menantuku datang satu persatu.
" kita akan piknik Maaaa?" kata mereka .
ya..kita akan melihat debur ombak pantai Kalianda,
kita akan menanti mentari bersembunyi dimalam hari,
kita akan menatap karang terjal disenjakala,
dan kita akan kembali menggenggam jemari kita,erat...erat seperti dulu, ketika kalian masih bertelanjang dada bermain pasir di pantai-pantai bumi Papua, atau di pasir-pasir tanah Madura.

Ahirnya penantianku berahir jua, masa-masa penuh harap dan doa tuk bersua mereka,
mendekap tubuh mereka, yang kini tak lagi mungil,
bahkan ketika hendak kupeluk anak laki-lakiku, aku terhenyak dalam tanya, masih
maukah mereka merengkuhku? tubuh dan pikiran mereka bukan lagi seperti yang dulu,
bahkan Papanya pun sudah terlampaui . ah...tapi aku yakin mereka masih anak2ku
dengan hati yang dulu. Aku dapat merasakan dari kedalaman hatiku dan dapat melihat
dari mata batinku, mereka tetap mengasihiku dan juga Papanya.

Perjalanan ke bumi Swarnadwipa ini, adalah perjalanan terindah dalam sisa hidupku.
aku dapat merasakan ikatan erat kasih sayang sebuah keluarga, yang meski telah
tercerai berai tanah pijakannya, tapi tetap terajut kuat.

Terima kasih Tuhan telah Engkau genapkan kasih sayang-Mu dalam sebuah moment
yang tak dapat ditakar dengan neraca apapun, dan tak dapat di ukur dengan
kedalaman samudra dimanapun.

Ahirnya perjalanan ini harus diahiri, mereka ...satu demi satu pergi
meninggalkan aku lagi, SHANTI, SONNY n ALVIN bakpauku, ANGGIA, SYAUQI, REYHANA,
IRIANDA, meski begitu mereka telah tinggalkan jejak kasih sayang dalam hatiku,
telah mereka ukir senyum rindu di batinku, dan... Pap. kita kembali berdua
merajut asa dalam doa buat mereka.

Rabu, 01 Juli 2009

HARIRING ASIH DIBURUAN

Hariring Ema masih ngagalindeung isuk tadi
basa Ema metik kembang di buruan
ku halimpu mawa ayem, nyandak tengtrem
pinuh ku geter asih tansah sirna



Duh Ema...ku matak nineung
basa Ema nyisipkeun kembang dina sanggul
bodas atra daunna katebak angin
hiliwir seungitna ka lebah abdi
teuteup geugeut, lambey ngagelenyu imut..


Sore ieu ......., basa ngawaskeun buruan
kalangkang Ema ngagupayan ti jauhna
siga-siga metik kembang sabiasa
galindeungna nancep maneuh dina hate
kacandak sumilir angin tansah sirna.


_______________________

Puisi ini ku persembahkan
teruntuk Ibuku dan Ibu mertuaku tercinta

Selasa, 30 Juni 2009

KETIKA PAP PERGI


" Bermalam-malam tak lagi terbilang
detak jam rusak tak beraturan dimakan zaman
dan deraian air mata yang tak pernah bosan, setia menemani mimpi-mimpi
ketika kekasih pergi entah kapan kembali "


Sungguh Pap, itu bukan sekedar coretan tanpa makna,
bukan sekedar igauan mimpi-mimpi Mama, tapi itu benar !
...ketika Pap pergi, disuatu senja di tanah Madura.
Serasa tercerabut hati dari dada Mama,
seakan berraga tapi tak berjiwa, kosong., melayang. hampa dalam tatapan, aaaah, dapatkah bertemu kembali ?

Aku percaya pada Tuhan Sang Pemilik jiwa raga, engkau pasti kembali Pap !
tapi aku juga harus percaya pada kehendak Tuhan bila kita tak dipertemukan
kembali, sebab Tuhan telah menggariskan bahwa setiap manusia pasti akan
mati,
dan kita tidak pernah tahu dimana kita akan mati ?
jadi biarkan aku menangisimu Pap...! karena hanya engkaulah laki-laki yang
paling berhak menerima air mataku selain ayahku.

Senja ini senja termerah di langit Madura,
senja terresah didada Mama, sebab baru aku temui senja seperti ini ,
disini...setelah sekian puluh tahun kita memintal benang harapan dalam
ikatan, ..setelah sekian masa matahari menerangi hari-hari kita,
setelah sekian waktu merajut mimpi dan tujuan,
agar menjadi seperti yang kita dambakan,
selama itu pula tak pernah sekejappun genggaman jemari kita terurai,
belum pernah sekalipun mimpi kita terpenggal jaga dari dekapan,
........dan kini, di senja ini Pap pergi, sanggupkah aku seorang diri..?

Pergilah Pap dengan doa mama, dan yakinkan aku bahwa Pap pasti segera
kembali, agar kita dapat saling menggemgam jemari lagi, dan menapaki titian
merengkuh tujuan.

BULAN DI LANGIT SAMPANG

Malam hening, angin bisu
dan bulanpun muram tertutup awan
jendela kecil tepi laut terbuka
menanti pemayang datang, pergi senja.......
siapkah dia menerima berita.....?





Sampang,21 Pebruari 2000.

Kamis, 25 Juni 2009

MEREKA HANYA TITIPAN SEMATA

surat anakku Anggia Fatimatuzzahra, yang aku temukan dalam halaman sebuah novel yang berjudul " A death in Vienna "
yang dia berikan sebagai kado di ulang tahunku, di september 2007. sungguh
membuatku terharu.
lama aku tercenung dalam galau, dalam suka, dalam syukur yang tak terbilang pada
Sang Maha Pemilik segalanya, karena telah diberi amanah untuk menjaga anak-anakku.

ya... aku hanya sekedar menjaganya, aku tak berhak memiliki mereka.
mereka amanah Allah yang dipercayakan padaku untuk merawat,mendidik,membimbing,
menunjukan jalan yang akan mereka tapaki.
Tetapi kadang aku merasa mereka adalah milikku, yang harus menjadi seperti apa
yang aku mau, hitam putih hidup mereka, aku yang tentukan. sehingga ketika
mereka tak manjadi seperti yang aku inginkan,
ketika mereka tak lagi ada dalam dekapan
ketika mereka memilih jalan yang tak aku tunjukan,
aku meradang dalam ketaksabaran.
bahkan kadang gelap dalam pikiran .
aku lupa bahwa orang tua tak sepenuhmya memiliki jiwa raga dan pikiran mereka
,mereka adalah juga manusia yang berhak atas langkah yang dipilihnya.

Ah anakku Anggia, aku...ibumu ini seperti yang baru terbangun dari tidur
panjang, yang ternina bobokan dalam nyanyian harapan,
aku terjaga dari anggapan bahwa engkau masih dalam buaian,
ha...ternyata engkau telah dewasa,
telah bisa kau expressikan apa yang ada dalam pikiranmu, dalam anganmu,
telah kau tunjukkan ke" akuan "mu ,
dan aku i b u m u ! hanya dapat memandangmu dalam dada sarat do'a,
ketika suatu hari engkau bersimpuh untuk izinku agar aku melepaskamu,
untuk engkau berbagi rasa dengan pilihanmu,

ahirnya kuserahkan semuanya tentangmu kepada Pemilik mu, karena aku hanyalah
sekedar penjaga amanah-Nya.